Telur adalah salah satu bahan pangan yang paling
sering dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia.
Hal tersebut tak terlepas dari rasanya yang enak serta harganya yang
relative terjangkau. Banyak sekali jenis
telur yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, diantaranya adalah
telur ayam,bebek,telur puyuh, dan telur ikan. Nah, dari beberapa jenis telur tersebut
telur ayam merupakan jenis telur yang populer dan paling sering dikonsumsi
sehingga dalam kehidupan sehari-hari istilah telur identik dengan telur ayam.
Seperti yang kita ketahui, telur merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan
gizi yang cukup kompleks. Satu butir telur mengandung energi, protein, lemak
serta vitamin A,D,E,K dan B Kompleks (Muchtadi,dkk,2016) dan beberapa mineral seperti besi, fosfor kalsium,
kalium, natrium , magnesium, tembaga, yodium, mangan, dan zink. (Almatsier,2009).
Zat gizi yang paling dominan yang terdapat pada telur
adalah protein. Protein telur termasuk protein hewani yang kandungan gizinya
lengkap dan mudah diserap oleh tubuh.
Kandungan protein pada 1 butir telur berkisar antara 6-7 gram. Protein yang
terdapat pada telur tergolong protein kualitas tinggi. Hal itu karena protein
telur mengandung semua asam amino essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Selain protein, zat gizi yang menonjol dari
telur adalah lemak dan kolesterol. Kandungan lemak pada telur berkisar antara
5-6 gram/butir. Kolesterol pada telur sebagian besar berada pada bagian
kuningnya (Muchtadi,dkk, 2016). Sebagai bahan pangan yang paling sering
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia tentunya banyak sekali mitos dan fakta
seputar konsumsi telur yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu berikut
ini penjabaran terkait mitos/fakta seputar telur:
- Telur adalah Sumber Kolesterol Tinggi Sehingga Tidak Baik Untuk Kesehatan
MITOS: Telur memang mengandung kolesterol, terutama pada bagian kuningnya. Dalam
100 gr kuning telur itu terdapat 1,2 gr kolesterol. Namun, Kolesterol dalam
jumlah yang cukup sangat diperlukan manusia karena merupakan komponen esensial
membran structural semua sel dan merupakan komponen utama sel otak dan syaraf. Selain
itu, kolesterol juga merupakan bahan antara pembentukan sejumlah steroid
penting, seperti asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal korteks,
estrogen,androgen dan progesterone. (almatsier,2009). Tubuh akan mensintesis kolesterol
dari zat gizi yang dikonsumsi dari makanan terutama yang
berasal dari lemak
jenuh,seperti telur. Perlu diingat bahwa kolesterol dan lemak jenuh tetap diperlukan
tubuh terutama pada anak-anak tetapi perlu dibatasai asupannya pada orang
dewasa (Kemenkes RI,2014).Pembatasan asupan kolesterol dan lemak jenuh
penting dilakukan pada orang dewasa karena asupan kolesterol dan lemak jenuh
dalam jumlah berlebih dapat meningkatkan resiko penyakit jantung melalui
mekanisme peningkatan kadar LDL serum. Konsumsi harian telur diperbolehkan, asal
dibarengi dengan konsumsi sumber makanan yang dapat membantu mengontrol kadar
kolesterol di dalam darah seperti stanol/sterol, serat larut air, serta soy
protein ( Yani,2015).
- Proses Pengolahan Telur Berpengaruh Terhadap Kadar Kolesterolnya
FAKTA: Telur matang memiliki kolesterol yang lebih tinggi daripada telur
setengah matang dengan cara goreng tanpa minyak, dengan minyak dan direbus. Hal
ini disebabkan karena lama waktu pemasakan yang lebih cepat pada telur setengah
matang sehingga proses oksidasi lipid terutama PUFA terjadi lebih cepat
dibandingkan telur yang diolah matang. Meningkatnya kandungan kolesterol pada
telur goreng matang (GM) disebabkan karena masuknya minyak sawit sebagai media
untuk menggoreng ke dalam telur. Seperti dinyatakan oleh LEE et al.
(2001) dalam Hardini,dkk
(2006) menyartakan bahwa selama proses
menggoreng, makanan akan menyerap minyak berkisar 5 – 40%, sehingga akan
meningkatkan kadar kolesterol pada telur goreng matang. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa telur
rebus matang maupun setengah matang (RM atau RSM) menghasilkan kadar kolesterol
yang lebih rendah dibandingkan telur yang digoreng, karena tidak terjadi penambahan
kolesterol dari media pemasakan dengan mengggunakan metode perebusan dengan air
(Hardini,dkk,2006).
MITOS: Proses
memasak memang akan menghancurkan sejumlah kecil vitamin dan mineral yang
terkandung dalam telur sehingga telur mentah memiliki kadar vitamin B (seperti
vitamin B6 dan folat), vitamin E, kolin mineral, antioksidan lutein, dan
zeaxanthin yang sedikit lebih tinggi. Namun, menurut Alissa Rumsey, MS, RD,
penulis buku Three Steps to the Healthier You, perbedaan kandungan zat gizi tersebut antara telur mentah dan matang sangatlah
kecil, sehingga kita tidak perlu mengonsumsi telur dalam keadaan mentah. Hal
itu juga didukung fakta bahwa telur mentah yang tidak melalui proses pemasakan
mempunyai resiko mengandung bakteri Salmonella
sp yang lebih besar dibandingkan telur matang. (Pratama,2018). Rumsey memberikan perbandingan, saat kita mengonsumsi
telur mentah maka tubuh akan mendapatkan 0,85 mikrogram vitamin B6 dan 146,9
miligram kolin. Saat mengonsumsi telur matang, maka kandungannya menjadi 0,072
mikrogram B6 dan 117 miligram kolin. Namun, jika membandingan jumlah protein,
telur matang ternyata mengandung protein yang lebih tinggi ketimbang telur
mentah. Menurut studi dalam Journal of Nutrition, tubuh hanya mampu menyerap
sekitar 50 persen protein dari telur mentah, dibandingkan dengan penyerapan 91
persen protein dari telur matang. Hal itu karena proses memasak yang
menggunakan suhu tinggi akan memecah struktur molekul protein dalam telur
sehingga protein tersebut akan lebih
mudah dicerna oleh tubuh.(Pratama,2018).
4. Telur
Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kecerdasan Bayi dan Balita
FAKTA: DHA ditemukan tinggi kandungannya pada telur ayam, minyak ikan dan pada ikan yang hidup di laut dalam seperti tuna, tongkoldan sardin atau pindang. Telur merupakan salah satu sumber DHA yang cukup tinggi yaitu sebesar 236 mg/100 gr telur. Secara kimia DHA adalah asam karboksalat dengan 22 rantai karbon dan 6 (cis) ikatan ganda, ikatan ganda pertama terletak pada karbon ke-3 dari akhir omega. DHA diproduksi dalam tubuh melalui jalur biosintesis senyawa precursor ALA, membentuk senyawa antara EPA dan produk akhir berupa DHA DHA pada telur kandungannya cukup tinggi yaitu sebesar 236 mg/100 gr telur. Dalam suatu penelitian pada masyarakat Papua yang berfokus pada perhatian dan daya tangkap bayi dan balita, bayi dan balita dengan asupan DHA tinggi menunjukkan perkembangan otak yang lebih matang dan performa yang lebih optimal pada ukuran perhatian dan menjadi lebih fokus perhatiannya dibandingkan dengan bayi dan balita dengan asupan DHA rendah. Asupan DHA akan meningkatkan fungsi kerja otak melalui peningkatan jumlah sel otak secara optimal sehingga didapatkan hasil kinerja otak yang lebih optimal dalam segi konsentrasi, memori, fokus, kemampuan reasoning serta kemampuan untuk memecahkan masalah (Satriyanto,2016).
Artikel oleh Zulfahmi Syahid
Daftar Referensi:
Almatsier,Sunita. 2009. Prinsip
Dasar Ilmu Gizi.Cetakan ke VII. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hardini,Dini.dkk.2006. Perubahan Kandungan
Kolesterol Telur yang Mengandung Omega-3 dan 6 Olahan dan Pengaruhnya pada
Kolesterol Darah Tikus Rattus Norvegicus L. JITV. Vol. 11 No. 4
Kemenkes RI.2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta:
Kemenkes RI
Muchtadi,dkk.2016.Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Bandung: Alfabeta
Pratama,Alfa. 2018. 7 Fakta dan Mitos Telur untuk Kesehatan,
Pemicu Kolesterol Hingga Berat Badan.Grid.id.Diaksesdarihttps://www.grid.id/read/04197423/7-fakta-dan-mitos-telur-untuk kesehatan-pemicu-kolesterol-hingga-berat-badan?page=all
pada tanggal 25 Oktober 2019.
Satriyanto,Audi.2017. Peningkatan Kecerdasan Masyarakat Papua Melalui
Asupan DHA Berbahan Dasar Alami. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Vol.11,
No.01:9-18.
Yani,Muhammad.2015. Mengendalikan Kadar
Kolesterol pada Hiperkolesterolemia. Jurnal Olahraga Prestasi.Vol.11,No.2:1-7