“Peran Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal
dalam Peningkatan Derajat Kesehatan”
Orang-orang yang bijaksana sering mengatakan
bahwa "kesehatan adalah harta yang
paling berharga dalam hidup ini". Sehat dan bugar adalah dua kunci
yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang agar hidup ini menjadi lebih
bermakna. Oleh karena itu dalam mewujudkannya kita perlu melakukan pengaturan pola makan(Astawan, 2011). Dalam
kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami pergeseran, di mana makan
bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah untuk mencapai
tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Menurut Winarno dkk.(1995) dalam
Astawan (2011) fungsi pangan dikelompokkan menjadi tiga fungsi yaitu fungsi
primer (primary function), fungsi sekunder (secondary function)
dan fungsi tertier (tertiary function).
Fungsi primer adalah fungsi pangan yang utama bagi manusia yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen. Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier. Tiga fungsi makanan tersebut dapat didapatkan melalui konsumsi makanan fungsional.Fungsi primer adalah fungsi pangan yang utama bagi manusia yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen. Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier. Tiga fungsi makanan tersebut dapat didapatkan melalui konsumsi makanan fungsional (Astawan,2011).
Fungsi primer adalah fungsi pangan yang utama bagi manusia yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen. Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier. Tiga fungsi makanan tersebut dapat didapatkan melalui konsumsi makanan fungsional.Fungsi primer adalah fungsi pangan yang utama bagi manusia yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen. Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier. Tiga fungsi makanan tersebut dapat didapatkan melalui konsumsi makanan fungsional (Astawan,2011).
Pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya diluar kandungan zat gizinya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, merupakan bagian dari diet sehari-hari dan memiliki sifat sensoris yang dapat diterima. Menurut para ilmuwan Jepang, beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah:
- Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredien) alami
- Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari
- Mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti: memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan. Dari konsep yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan, jelaslah bahwa pangan fungsional tidak sama dengan food supplement atau obat. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta lezat dan bergizi (Astawan, 2011).
Pangan Fungsional dari Laut
Makroalga atau rumput laut secara tradisional digunakan sebagai nutrisi bagi manusia dan hewan (Handayani, 2006 dalam Kusumayanti,dkk,2016). Contohnya seperti Rumput laut jenis algae coklat dan merah yang digunakan untuk produksi zat makanan tambahan untuk melengkapi nutrisi manusia seperti protein, beberapa elemen mineral, vitamin, dan terutama hidrokoloid yang berupa alginat, agar, dan karaginan (Fleurence, 1999 dalam Kusumayanti,dkk,2016). Rumput laut merah mengandung protein sekitar 30-40% dari berat kering (Dharmananda, 2002 dalam Kusumayanti,dkk,2016). Selain makroalga, pangan fungsional dari laut juga berasal dari mikroalga,seperti Tetraselmis chuii. Tetraselmis chuii memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu protein sebesar 48,42%, karbohidrat sebesar 12.10%, lemak 9.70%, aktivitas antioksidan berkisar antara 2.55-31.29 mg/mL dan total klorofil berkisar antara 3.65-19.20 mg/g. (Sani et al, 2014 Kusumayanti,dkk,2016). Rumput laut merah mengandung protein sekitar 30-40% dari berat kering (Dharmananda, 2002 dalam Kusumayanti,dkk,2016). Senyawa protein pada organisme laut terdiri dari rangkaian bioaktif peptida, yang dapat menunjukkan efek fisiologi dalam tubuh. Beberapa diantaranya diidentifikasi bermanfaat bagi kesehatan manusia dan dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan timbulnya penyakit jantung (Ngo et al., 2011 dalam Kusumayanti,dkk,2016).
Pangan Fungsional dari Lidah Buaya
Tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu bahan alami tertua yang diketahui sebagai sumber pangan fungsional.Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional adalah lidah buaya (Aloe vera) yang mengandung senyawa aktif acemannandan glucomannan. Hasil penelitian in vitro memperlihatkan bahwa polisakarida yang dikandung oleh Aloe vera ((3-1,3; (3-glucan dan (1-1,4 yang dikenal sebagai acemannan} merupakan senyawa yang bersifat imunomodulator. Efek imunostimulan Aloe vera yang telah dibuktikan secara in vitro adalah memacu dan meningkatkan aktivitas makrofag dan monosit, meningkatkan jumlah sel limfosit T (proliferasi sel limfosit) dan memacu aktivitas candidacidal makrofag serta berefek langsung pada sel-sel sistem imun. Selain itu percobaan in vitro juga menunjukkan bahwa acemannan meningkatkan dan memacu makrofag melepas interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), Tumor nekrosis Factor alpha (TNF-) dan interferon gamma (IFN-). Penelitian lain pada sel makrofag, acemannan dapat menstimulasi produuksi sitokin makrofag (IL-6 dan TNF-), produksi NO, ekpresi molekul permukaan dan perubahan morfologi sel. Acemannan mampu meningkatkan respon limfosit terhadap antigen dengan meningkatkan pelepasan IL-1 oleh monosit (Yuniastuti,2014).
Glucomannan adalah serat
tinggi yang penting untuk membersihkan sistem pencernaan. Glucomannan merupakan
serat larut (Seluble Dietary Fiber, SDF), karena glucomannan dapat menyerap
200 kali berat air. Glucomannan dapat mengontrol kegemukan, kadar gula
darah, membantu mencegah kanker, sembelit, dan mereduksi kolesterol. Glucomannan
juga efektif untuk obat pencahar atau laxative. Glucomannan dapat
menghambat kerja HMG KoA reduktase dalam biosintesis kolesterol di sel
dan menghambat kerja Acyl CoA Cholesterol Acyl Transferase (ACAT)
sehingga dapat menurunkan hiperkolesterolemi. Fermantasi serat dalam usus besar
meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat yang membantu mencegah
akumulasi zat racun dan bakteri patogen (penyebab penyakit). Beberapa studi
tentang penggunaan suplemen glucomannan dengan beberapa gram/hari akan
efektif menurunkan kolesterol total darah. LDL-kolesterol dan trigliserida dan
dalam beberapa kasus dapat menaikkan HDLkolesterol (Yuniastuti, 2014).
Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal
Pangan
Lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan
sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Pengertian
lain dari pangan
lokal ialah suatu makanan
yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan
lokal. Indonesia terkenal karena
memiliki keanekaragaman bahan pangan lokal khususnya produk pertanian. Namun, banyak diantara produk-produk tersebut yang belum teroptimalkan
potensinya. Padahal, bahan pangan yang berasal dari produk pertanian merupakan
salah satu sumber bahan pangan fungsional. Salah satu cara memaksimalkan produk
pertanian adalah dengan cara mengembangkannya menjadi olahan tepung. Olahan
berbasis tepung memang lebih potensial dikembangkan karena mudah diterima oleh
masyarakat. Apalagi kekayaan akan sumber daya alam hayati yang dapat dijadikan
sebagai bahan baku tepung cukup banyak tersedia. Teknologi tepung merupakan
salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih
tahan lama disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi
(difortifikasi), dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan
modern yang serba praktis (Budijono, dkk., 2010 Hassan.2014). Dengan proses pengolahan menjadi bentuk tepung maka
penggunaannya juga akan lebih praktis dan fleksibel karena dapat dipakai
sebagai bahan baku atau campuran (composite flour) dalam
pembuatan aneka produk pangan seperti roti, mie, kue, jajan pasar dan
sebagainya. Beberapa jenis olahan tepung
berbasis pangan lokal diantaranya (Hassan.2014)
:
- Tepung Pisang
Pisang (Musa paradisiaca) merupakan komoditas
hortikultura khas tropis yang produksinya sangat berlimpah. Pisang mampu tumbuh
dan berproduksi hampir diseluruh wilayah di Indonesia. Salah satu bentuk
pemanfaatan pisang (pisang kapok) adalah dengan mengolahnya menjadi tepung
pisang. Tepung pisang ini selain dapat digunakan sebagai bahan berbagai macam
industry juga merupakan salah satu contoh pemanfaatan pangan local sebagai
pangan fungsional. Hal itu karena pisang mempunyai kandungan gizi yang baik,
yaitu vitamin (provitamin A, B, dan C) serta mineral (kalium, magnesium,
fosfor, besi dan kalsium) yang penting bagi tubuh. Selain itu pisang memiliki kandungan pati
resistant (resistant starch) yang cukup tinggi dan juga polisakarida
non-pati (non-starch polysaccharides) yang berfungsi sebagai serat
pangan (dietary fiber) (Nursihan, dkk., 2009 dalam Hassan.2014). Pati resistan (resistant
starch) adalah bagian dari pati yang tidak dapat dicerna di usus halus
manusia yang sehat, sehingga ketika mencapai kolon akan difermentasi oleh
mikroflora usus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty
acid/SCFA). Pati resistan (resistant starch) merupakan substrat yang
sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri probiotik karena pati
resistan bertindak sebagai prebiotic yang sangat ideal. Selain itu, asam lemak rantai pendek yang
dihasilkan akan menciptakan suasana asam dalam kolon, sehingga dapat mencegah
kanker dan meningkatkan bioavailabilitas, kelarutan serta absorbsi mineral
seperti Ca, Fe. Setiap 100 gram tepung pisang diketahui mengandung pati 64,69 -
67,31 gram, total gula 18,24 - 20,04 gr, serat kasar 1,96-2,51 gram, protein
3,36 - 4,12 gram, vitamin C 32,5 - 32,6 miligram, total asam 0,36 - 0,71 gram,
dan air 5,85-11,6 gram.
- Tepung Ubi Alabio
Ubi alabio (Dioscorea alata L.) merupakan salah
satu varietas ubi jalar, dengan karakterisitik spesifik yaitu daging umbinya yang
berwarna ungu. Setiap 100 gram tepung ubi alabio mengandung kalori 112 kalori,
protein 8,9 gram, lemak 1,4 gram, karbohidrat 56 gram, vitamin A 30 SI, vitamin
B 0,04 miligram, vitamin C 9 miligram, Ca 39 miligram, pospor 62 miligram, besi
0,9 miligram, air 15 gram. Ubi Alabio juga dapat disebut sebagai pangan
fungsional. Hal itu karena Ubi alabio ungu mengandung antosianin yang berfungsi
sebagai anti oksidan, yaitu terkait pada kemampuannya sebagai anti-kanker,
anti-penuaan dsb. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai
antimutagenik dan antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang
terdapat pada bahan pangan dan olahannya, mencegah gangguan pada fungsi hati,
antihipertensi dan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik) (Prabhavat,
dkk., 2008 dalam Hassan,2014).
- Tepung Waluh
Labu kuning atau waluh, pumpkin (Cucurbita
moschata), merupakan komoditas pangan lokal Indonesia yang cukup
banyak digemari oleh masyarakat. Penyebaran waluh di Indonesia relatif
merata, karena hampir di semua kepulauan nusantara dapat dijumpai tanaman waluh.
Setiap 100 gram tepung waluh mengandung protein 5,04 gram, lemak 0,08
gram, abu 5,89 gram, karbohidrat 77,65 gram, vitamin A 116 ppm,
vitamin B 122 ppm, vitamin C 4,6 ppm, kalsium 0,49 gram, dan magnesium
0,32 gram. Hasil penelitian oleh Aini (2001), menyebutkan bahwa dalam
daging buah waluh terkandung beberapa vitamin yang cukup tinggi antara
lain ß-karoten, vitamin A dan vitamin C. Hasil kajian dari beberapa
penelitian (Murkovic, dkk., 2002; Norshazila, dkk., 2012 dalam Hassan, 2014.) menyebutkan bahwa
daging buah waluh mengandung antiokisidan berupa senyawa ß-karoten
sebagai penangkal pelbagai jenis kanker, air buahnya berguna sebagai
penawar racun binatang berbisa, dan bijinya dapat digunakan untuk obat cacing
pita. Penelitian lain (Sumardiono, 2009 dalam Hassan, 2014.) menyebutkan bahwa waluh memainkan peranan penting
dalam mencegah penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus (kencing manis),
arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah), jantung koroner, tekanan darah
tinggi, bahkan bisa pula mencegah kanker.
- Tepung Talas
Bogor dan Malang merupakan dua sentra produksi talas (Colocasia
esculenta (L) Schoot) di Indonesia. Talas bentul merupakan talas yang
paling banyak dibudidayakan secara komersial karena
produktivitasnya yang tinggi, rasanya yang enak dan cocok bila diolah
menjadi berbagai aneka produk pangan olahan (Fatah, 1995; Rahmanto, 1994).
Setiap 100 gram tepung talas mengandung
kalori 104 kalori, protein 1,9 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 23,7
gram, vitamin B 0,13 miligram, vitamin C 4 miligram, kalsium 38 mg, pospor 61
miligram, besi 1 miligram, dan air 73 gram.
Selain itu, hasil dari penelitan lain membuktikan adanya kandungan
maltodekstrin dengan kadar gula pereduksi pada talas yang cukup tinggi, yaitu
berkisar antara 26,87 - 34,37 persen. Maltodekstrin merupakan oligosakarida
yang tergolong dalam prebiotic (substrat untuk bakteri probiotik).
Maltodekstrin sangat baik bagi tubuh karena secara nyata dapat memperlancar
proses pencernaan dengan membantu tumbuh dan berkembangnya bakteri probiotik.
Selain itu, maltodekstrin merupakan senyawa yang mempunyai fungsi fisiologis
tertentu yang dapat mengurangi resiko penyakit degeneratif (Hartati dan Prana,
2003 dalam Hassan, 2014.).
- Tepung Jagung
Tepung jagung merupakan salah satu alternatif
pengganti tepung terigu. Saat ini, tepung jagung sudah bisa menggantikan tepung
terigu hingga 35 persen untuk industry mie instant (Widaningrum, dkk., 2010).
Dalam tepung jagung mengandung kadar kalori tepung jagung 355 kalori, lemak 3,9
persen, lemak 3,9 gram, karbohidrat 73,7 gram, kalsium 10 miligram, fosfor 256
miligram, ferrum/besi 2,4 miligram, vitamin A 510 SI, vitamin B1 0,38 miligram,
air 12 gram Selain itu, jagung juga memiliki serat kasar (4,24 persen). Sifat
fungsional yang dimiliki oleh jagung diantaranya kandungan minyak nabati yang
cukup tinggi yang merupakan sumber asam lemak omega-6 yang bermanfaat dalam proses
pertumbuhan anak, menjaga kesehatan kulit, mencegah penyakit jantung, dan stroke.
Jagung sangat direkomendasikan bagi para perokok karena mengandung
betacryptoxanthin yang dapat menurunkan resiko kanker paru-paru. Dari hasil
penelitian (Yuan, dkk., 2003 dalam Hassan,
2014.) dilaporkan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung betacryptoxanthin terbukti mengalami penurunan resiko kanker paru-paru
hingga 27 persen.
- Tepung Sukun
Buah sukun merupakan bahan pangan alternatif
yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber karbohidrat.
Namun demikian biasanya buah sukun dikonsumsi sebagai makanan
tradisional dan makanan ringan dengan pengolahan yang sangat sederhana
seperti direbus, digoreng atau dibakar. Dalam 100 gram tepung sukun mengandung
103 kalori, karbohidrat 78,9 gram, protein 3,6 gram, lemak 0,8 gram.
Selain kandungan karbohidrat yang tinggi, tepung sukun juga mengandung
mineral dan vitamin yang juga cukup tinggi, yaitu vitamin B1 0,34 miligram,
vitamin B2 0,17 miligram, vitamin C 47,6 miligram, kalsium 58,8 miligram,
fosfor 165,2 miligram, dan besi 1,1 miligram. Penelitian terbaru (Tjandrawati,
dkk., 2011, dalam Hassan,2014)
menunjukkan bahwa sukun juga sangat baik untuk pengobatan kardiovaskular
karena mengandung senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid memiliki struktur
1,2-diarilpropan, yakni sebuah kelompok flavonoid yang banyak ditemukan
di alam, umumnya adalah flavon, flavonol, dan antosianidin. Sebagian besar
flavonoid ditemukan di alam dalam bentuk glikosida, yaitu ikatan senyawa
flavonoid dengan gula. Flavonoid merupakan antioksidan kuat yang dapat mereduksi
radikal bebas dalam tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
penyakit kardiovaskular.
- Tepung Ubi Jalar Merah
Ubi jalar merah merupakan salah satu sumber karbohidrat
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Proses pengolahan ubi
jalar merah yang semula masih sangat tradisional seperti dikukus ataupun digoreng,
kini mulai ditingkatkan menjadi tepung sehingga daya simpannya lebih lama dan
mudah dicampur dengan bahan lainnya. Dalam 100 gram bahan terdapat karbohidrat
17,6 gram, protein, 1,57 gram, lemak, 0,05 gram, serat 3 gram, kalsium 30
miligram, zat besi 0,61 miligram, magnesium 25 miligram, seng 0,30 miligram,
kalium 337 miligram, vitamin A 20063 IU, dan vitamin C 22,7 miligram Kandungan
vitamin, mineral dan fitokimia juga berfungsi sebagai antioksidan. Dalam ubi
jalar merah tersimpan 2.900 mg (9.657 SI beta karoten). Seiring dengan makin
pekatnya warna merah, makin tinggi pula kadar beta karotennya. Selain beta
karoten, warna jingga pada ubi jalar juga disebabkan karena tingginya senyawa
lutein dan zeaxanthin, yaitu pasangan antioksidan karotenoid yang merupakan
bahan pembentuk vitamin A. Selain itu, lutein dan zeaxanthin juga merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting
dalam menghalangi proses perusakan sel.
Pengembangan
Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal sebagai
Produk Sarapan untuk Remaja Gemuk
Kegemukan merupakan masalah yang sangat kompleks,
yang antara lain berkaitan dengan kualitas makanan yang dikonsumsi, pola makan
yang kurang baik, kurangnya aktivitas fisik, faktor genetik, hormonal, dan
lingkungan (Berkey et al. 2003; Maffeis et al. 2012 dalam Darawati,dkk,2016). Pola makan
yang kurang baik diantaranya adalah sering melewatkan sarapan. Hasil penelitian Arora et al. (2012 dalam Darawati,dkk, 2016), menunjukkan
bahwa sarapan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting sebelum melakukan
aktivitas pada pagi hari. Sarapan yang teratur berhubungan dengan berkurangnya
kegemukan.
Selain itu, penelitian terbaru
menunjukkan bahwa stres oksidatif juga mempunyai mekanisme yang berhubungan dengan
kegemukan dan komplikasinya.
Salah satu strategi intervensi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan stres oksidatif adalah melalui modifikasi diet. Beberapa studi telah mengonfirmasi adanya hubungan yang kuat antara diet yang kaya pangan nabati dengan kesehatan. Efek positif dari pangan nabati ini berhubungan dengan kandungan fitokimia, vitamin antioksidan, dan serat pangan. Sebagian besar komponen pangan ini berkontribusi terhadap keseimbangan reaksi oksidasi reduksi melalui mekanisme seperti memerangkap secara langsung atau menetralisir radikal bebas, memodulasi aktivitas dan ekspresi enzim antioksidan, dan aksi anti inflamasi (Vincent et al. 2007; Codoner-Franch et al. 2010; Savini et al. 2013 dalam Darawati,dkk, 2016). Oleh karena itu penting dikembangkan alternatif produk sarapan siap makan dari pangan lokal yang memenuhi kebutuhan zat-zat gizi remaja dan kaya antioksidan.
Penelitian oleh Darawati,dkk (2016) berhasil membuat formula pangan fungsional berbasis pangan lokal. Produk yang dihasilkan berupa kombinasi dari berbagai pangan lokal yang dimodifikasi menjadi produk siap makan berupa soft bar. Bahan-bahan utama dari formula pangan fungsional meliputi ubi jalar oranye, kacang merah, tempe kedelai, wortel, dan labu kuning. Ubi jalar oranye (Ipomoea batatas) merupa-kan jenis umbi yang umum dikonsumsi, sumber β-karoten, serat pangan, dan beberapa jenis mineral (Leksrisompong et al. 2012 dalam Darawati,dkk, 2016). Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah dan mudah dibudidayakan. Kacang merah banyak mengandung antioksidan dan serat pangan (Wi-lliams et al. 2008; Nyau 2014 dalam Darawati,dkk, 2016). Wortel (Daucus carota L.) dan labu kuning (Cucurbita maschata) merupakan bahan-bahan makanan sumber utama β-karoten. Wortel merupakan salah satu sayuran sumber antioksidan alami yaitu karotenoid (Sham El-Din et al. 2011 dalam Darawati,dkk, 2016). Labu kuning merupakan sumber karotenoid, β-karoten yang mempunyai peranan penting dalam gizi manusia dan dapat berperan sebagai antioksidan (Cerniauskiene et al. 2014 dalam Darawati,dkk, 2016). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen karotenoid dapat berperan se-bagai antioksidan melalui aktivitas memerangkap radikal bebas (Ebadollahi-Natanzi & Arab-Rahmatipour 2014 dalam Darawati,dkk, 2016). Produk pangan fungsional yang terpilih mengandung serat pangan 10,16 g. Serat pangan memiliki efek fisiologis yang baik untuk pencernaan. Konsumsi serat pangan yang cukup sangat baik bagi remaja yang mengalami kegemukan.
Produk soft bar
ini juga mengandung β-karoten 4,02 mg dalam 1 porsi (160 g) penyajian. Antioksidan
kelompok karotenoid termasuk β-karoten memiliki efek menyehatkan antara lain
dapat menetralkan radikal bebas dan meningkatkan pertahanan terhadap oksidasi. Aktivitas
antioksidan produk sarapan terpilih adalah 38,54 mg/100g (AEAC=ascorbic
acid equivalent antioxidant capacity). Hal ini menunjukkan bahwa 100 g
produk sarapan ini mampu meredam radikal bebas DPPH setara dengan vitamin C
sebanyak 38,54 mg (Leong & Shui 2002 dalam Darawati,dkk, 2016). Total mikroba (angka lempeng total) dalam produk adalah 9,6 x 102
koloni/g masih dibawah ambang batas
(1 x 104 koloni/g) untuk produk olahan sejenis, jadi produk
ini aman untuk dikonsumsi (BPOM 2009 dalam Darawati,dkk, 2016).
DAFTAR
PUSTAKA
Astawan M. 2011.
Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang
Optimal. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Kusumayanti,Heny. Mahendajaya, RT. Hanindito,SB. 2016. Pangan Fungsional dari Tanaman Lokal Indonesia. Jurnal METANA.Vol. 12(1):26-30
Yuniastuti,Ari.2014.Peran Pangan Fungsional Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan. Prosiding
Seminar Nasional & Internasional. Jurusan Biologi, FMIPA.Universitas negeri
Semarang
Hassan,
Zahirortul Hikmah.2014. Aneka Tepung
Berbasis Bahan Baku Lokal Sebagai Sumber Pangan Fungsionaldalam Upaya
Meningkatkan Nilai Tambah Produk Pangan Lokal. Review. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Kampus Penelitian Pertanian
Cimanggu
Made
Darawati, dkk. 2016. Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis
Pangan Lokal Sebagai Produk Sarapan Untuk Remaja Gemuk. Jurnal Gizi Pangan. Vol.11 (1)1:43-50