![]() |
Photo By Google |
Perubahan gaya hidup remaja seperti kebiasaan
makan dan merokok dapat meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi sehingga
dapat mempengaruhi status gizi seorang remaja. Remaja mulai merokok berkaitan
dengan adanya krisis aspek psikosial yaitu ketika seorang remaja mencari
jatidirinya. Merokok juga merupakan simbol dari kematangan, kekuatan, dan
kepemimpinan seorang remaja.
Status gizi remaja merupakan keadaan tubuh seseorang yang
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor langsung (konsumsi pangan dan adanya
penyakit infeksi) dan faktor tidak langsung (faktor psikologis, tingkat
pendidikan, sosial ekonomi, dan lain sebagainya). Adapun contoh pola hidup yang mempengaruhi status gizi secara
tidak langsung adalah kebiasaan merokok (UNICEF, 2008). Konsumsi pangan anak remaja perlu diperhatikan karena
faktor aktivitas remaja apalagi seorang mahasiswa yang organisatoris ataupun
bagi anak kos yang memiliki kebutuhan gizi tinggi. Oleh karena itu, jika
berbagai aktifitas dan pertumbuhan yang meningkat tersebut tidak diimbangi
dengan masukan zat gizi yang cukup maka tubuh akan mengalami masalah gizi
(malnutrisi).
Perokok memiliki risiko mengalami penurunan berat
badan lebih tinggi dari pada bukan perokok,
meskipun asupan kalorinya sama ataupun lebih tinggi. Hal ini dikarenakan
perokok mempunyai energi expenditur yang lebih tinggi dari pada bukan perokok,
yaitu sebesar 10%. Penurunan konsumsi energi
dan peningkatan hasil pengeluaran energi dapat menunjukan terjadinya gizi
kurang. Di sisi lain, merokok juga ternyata dapat menyebabkan
obesitas. Pada umumnya, perokok yang memiliki selera makan yang
buruk akan lebih banyak mengonsumsi makanan ringan sebagai pengganti makanan
pokok. Apabila perilaku ini tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang rutin,
maka akan cenderung meningkatkan risiko obesitas dan terkena penyakit
degeneratif.
![]() |
Remaja perokok berpotensi mengalami malnutrisi
karena saat pembakaran rokok, nikotin akan masuk sirkulasi darah sebesar 25%
dan masuk ke otak manusia kurang lebih 15 detik yang kemudian nikotin akan
diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik untuk memacu sistem dopaminergik
pada jalur imbalan sehingga akan mempengaruhi penekanan nafsu makan yang
menyebabkan terjadinya malnutrisi. Perokok pada umumnya mengalami penurunan
berat badan daripada bukan perokok, meskipun asupan kalorinya sama atau lebih
tinggi daripada bukan perokok. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan konsumsi
energi dan peningkatan hasil pengeluaran energi. Penurunan konsumsi energi
tersebut berkaitan dengan mekanisme hemeostatis energi yang nantinya
berhubungan dengan regulasi berat badan seseorang. Sedangkan mekanisme
terjadinya penurunan berat badan disebabkan oleh leptin yang membatasi cadangan
lemak tubuh dan melengkapi loop umpan balik dalam proses regulasi.
Dalam perkembangannya, remaja sangat rentan terhadap
pengaruh lingkungan terutama lingkungan sosial budaya yang diperoleh dari
kebiasaan remaja yang sering berasa di luar rumah dan sering bergaul dengan
teman sebaya. Berteman dengan seorang perokok misalnya, itu juga akan
mempengaruhi remaja menjadi seorang perokok aktif maupun pasif. Pada umumnya, perokok memiliki risiko lebih tinggi terhadap
penyakit paru-paru, kanker, penyakit jantung, stroke, infertilitas, dan
lain-lain.
Berdasarkan data Riskesdas 2007 yang digabung
dengan data Susenas diketahui bahwa status
gizi remaja di Indonesia yang diukur dengan kategori IMT ditemukan remaja yang
sangat kurus (24,3%) dan remaja kurus (16,5%). Hal ini dibuktikan dengan
prevalensi merokok laki-laki pada tahun 2010 sebesar 65,9% meningkat dari tahun
2007, sedangkan jika berdasarkan karakteristik tempat tinggal maka pravelensi
perokok di pedesaan meningkat 36,6% tahun 2007 menjadi sebesar 37,4% pada tahun
2010. Sedangkan pravalensi di perkotaan dari 31,2% pada tahun 2007 meningkat
menjadi 32,3 pada tahun 2010. Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa jumlah
remaja perokok setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan.
Sebuah studi juga menunjukkan bahwa
ada hubungan antara konsumsi tembakau dengan makanan yang mengandung antioxidan
seperti buah dan sayuran. Hal ini disebabkan karena ditemukan meningkatnya
konsentrasi cadmium pada darah perokok. Merokok juga dapat mengakibatkan
pecandunya mengalami defisiensi vitamin A, C, E, B, beta-karoten, Zinc, Copper,
zat besi, dan mikronutrien lainnya. Sementara itu, merokok juga dapat
merubah pola makan yang tadinya seimbang menjadi buruk karena perokok lebih
memilih untuk mengonsumsi makanan instan (fastfood), gula, produk daging dan
susu, serta mengurangi porsi buah dan sayur.
Menurut penelitian, kandungan protein, serat, folat,
vitamin D dan E, magnesium dan tiamin pada perokok lebih rendah daripada
non-perokok. Sebanyak 20-50% perokok mengalami defisiensi kalsium, folat,
magnesium, vitamin A, D, dan K, dan lebih dari 50% mengalami defisiensi serat,
potassium, dan vitamin E. Defisiensi terhadap bahan-bahan ini dapat
mengakibatkan dampak buruk bagi tubuh. Di studi lain, perokok menyatakan secara
signifikan memiliki asupan energi, lemak total, lemak jenuh, kolesterol yang
lebih tinggi. Selain itu asupan lemak tak jenuh ganda, serat, vitamin C,
vitamin E, dan beta-karoten lebih rendah dibandingkan dengan bukan perokok.
So, apakah teman-teman akan berminat untuk merokok? Think again, Guys. :)
So, apakah teman-teman akan berminat untuk merokok? Think again, Guys. :)
Artikel oleh Ihda Hanifatun Nisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar