Sabtu, 14 Desember 2019

Manfaat Tersembunyi Dibalik Pangan Lokal Indonesia


“Peran Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal
dalam Peningkatan Derajat Kesehatan”




 Orang-orang yang bijaksana sering mengatakan bahwa "kesehatan adalah harta yang paling berharga dalam hidup ini". Sehat dan bugar adalah dua kunci yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang agar hidup ini menjadi lebih bermakna. Oleh karena itu dalam mewujudkannya kita perlu melakukan  pengaturan pola makan(Astawan, 2011). Dalam kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami pergeseran, di mana makan bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Menurut Winarno dkk.(1995) dalam Astawan (2011) fungsi pangan dikelompokkan menjadi tiga fungsi yaitu fungsi primer (primary function), fungsi sekunder (secondary function) dan fungsi tertier (tertiary function).
   
Fungsi primer adalah fungsi pangan yang utama bagi manusia yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen. Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier. Tiga fungsi makanan tersebut dapat didapatkan melalui konsumsi makanan fungsional.Fungsi primer adalah fungsi pangan yang utama bagi manusia yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen. Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier. Tiga fungsi makanan tersebut dapat didapatkan melalui konsumsi makanan fungsional (Astawan,2011).

Pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya diluar kandungan zat gizinya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, merupakan bagian dari diet sehari-hari dan memiliki sifat sensoris yang dapat diterima. Menurut para ilmuwan Jepang, beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah:
  1. Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredien) alami
  2. Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari
  3. Mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti: memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan. Dari konsep yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan, jelaslah bahwa pangan fungsional tidak sama dengan food supplement atau obat. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta lezat dan bergizi (Astawan, 2011).

Pangan Fungsional dari Laut

Makroalga atau rumput laut secara tradisional digunakan sebagai nutrisi bagi manusia dan hewan (Handayani, 2006 dalam Kusumayanti,dkk,2016). Contohnya seperti Rumput laut jenis algae coklat dan merah yang digunakan untuk produksi zat makanan tambahan untuk melengkapi nutrisi manusia seperti protein, beberapa elemen mineral, vitamin, dan terutama hidrokoloid yang berupa alginat, agar, dan karaginan (Fleurence, 1999 dalam Kusumayanti,dkk,2016). Rumput laut merah mengandung protein sekitar 30-40% dari berat kering (Dharmananda, 2002 dalam Kusumayanti,dkk,2016). Selain makroalga, pangan fungsional dari laut juga berasal dari mikroalga,seperti  Tetraselmis chuii. Tetraselmis chuii memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu protein sebesar 48,42%, karbohidrat sebesar 12.10%, lemak 9.70%, aktivitas antioksidan berkisar antara 2.55-31.29 mg/mL dan total klorofil berkisar antara 3.65-19.20 mg/g. (Sani et al, 2014 Kusumayanti,dkk,2016). Rumput laut merah mengandung protein sekitar 30-40% dari berat kering (Dharmananda, 2002 dalam Kusumayanti,dkk,2016).  Senyawa protein pada organisme laut terdiri dari rangkaian bioaktif peptida, yang dapat menunjukkan efek fisiologi dalam tubuh. Beberapa diantaranya diidentifikasi bermanfaat bagi kesehatan manusia dan dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan timbulnya penyakit jantung (Ngo et al., 2011 dalam Kusumayanti,dkk,2016).


Pangan Fungsional dari Lidah Buaya

Tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu bahan alami tertua yang diketahui sebagai sumber pangan fungsional.Salah satu tumbuhan  yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional adalah lidah buaya (Aloe vera) yang mengandung senyawa aktif acemannandan glucomannan.  Hasil penelitian in vitro memperlihatkan bahwa polisakarida yang dikandung oleh Aloe vera ((3-1,3; (3-glucan dan (1-1,4 yang dikenal sebagai acemannan} merupakan senyawa yang bersifat imunomodulator. Efek imunostimulan Aloe vera yang telah dibuktikan secara in vitro adalah memacu dan meningkatkan aktivitas makrofag dan monosit, meningkatkan jumlah sel limfosit T (proliferasi sel limfosit) dan memacu aktivitas candidacidal makrofag serta berefek langsung pada sel-sel sistem imun. Selain itu percobaan in vitro juga menunjukkan bahwa acemannan meningkatkan dan memacu makrofag melepas interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), Tumor nekrosis Factor alpha (TNF-) dan interferon gamma (IFN-). Penelitian lain pada sel makrofag, acemannan dapat menstimulasi produuksi sitokin makrofag (IL-6 dan TNF-), produksi NO, ekpresi molekul permukaan dan perubahan morfologi sel. Acemannan mampu meningkatkan respon limfosit terhadap antigen dengan meningkatkan pelepasan IL-1 oleh monosit (Yuniastuti,2014).

Glucomannan adalah serat tinggi yang penting untuk membersihkan sistem pencernaan. Glucomannan merupakan serat larut (Seluble Dietary Fiber, SDF), karena glucomannan dapat menyerap 200 kali berat air. Glucomannan dapat mengontrol kegemukan, kadar gula darah, membantu mencegah kanker, sembelit, dan mereduksi kolesterol. Glucomannan juga efektif untuk obat pencahar atau laxative. Glucomannan dapat menghambat kerja HMG KoA reduktase dalam biosintesis kolesterol di sel dan menghambat kerja Acyl CoA Cholesterol Acyl Transferase (ACAT) sehingga dapat menurunkan hiperkolesterolemi. Fermantasi serat dalam usus besar meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat yang membantu mencegah akumulasi zat racun dan bakteri patogen (penyebab penyakit). Beberapa studi tentang penggunaan suplemen glucomannan dengan beberapa gram/hari akan efektif menurunkan kolesterol total darah. LDL-kolesterol dan trigliserida dan dalam beberapa kasus dapat menaikkan HDLkolesterol (Yuniastuti, 2014).

Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal


            Pangan Lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Pengertian lain dari pangan lokal ialah suatu makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.  Indonesia terkenal karena memiliki keanekaragaman bahan pangan lokal khususnya produk pertanian. Namun, banyak diantara produk-produk tersebut yang belum teroptimalkan potensinya. Padahal, bahan pangan yang berasal dari produk pertanian merupakan salah satu sumber bahan pangan fungsional. Salah satu cara memaksimalkan produk pertanian adalah dengan cara mengembangkannya menjadi olahan tepung. Olahan berbasis tepung memang lebih potensial dikembangkan karena mudah diterima oleh masyarakat. Apalagi kekayaan akan sumber daya alam hayati yang dapat dijadikan sebagai bahan baku tepung cukup banyak tersedia. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Budijono, dkk., 2010 Hassan.2014). Dengan proses pengolahan menjadi bentuk tepung maka penggunaannya juga akan lebih praktis dan fleksibel karena dapat dipakai sebagai bahan baku atau campuran (composite flour) dalam pembuatan aneka produk pangan seperti roti, mie, kue, jajan pasar dan sebagainya.  Beberapa jenis olahan tepung berbasis pangan lokal diantaranya (Hassan.2014) :

  1. Tepung Pisang
Pisang (Musa paradisiaca) merupakan komoditas hortikultura khas tropis yang produksinya sangat berlimpah. Pisang mampu tumbuh dan berproduksi hampir diseluruh wilayah di Indonesia. Salah satu bentuk pemanfaatan pisang (pisang kapok) adalah dengan mengolahnya menjadi tepung pisang. Tepung pisang ini selain dapat digunakan sebagai bahan berbagai macam industry juga merupakan salah satu contoh pemanfaatan pangan local sebagai pangan fungsional. Hal itu karena pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, yaitu vitamin (provitamin A, B, dan C) serta mineral (kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium) yang penting bagi tubuh.  Selain itu pisang memiliki kandungan pati resistant (resistant starch) yang cukup tinggi dan juga polisakarida non-pati (non-starch polysaccharides) yang berfungsi sebagai serat pangan (dietary fiber) (Nursihan, dkk., 2009 dalam Hassan.2014). Pati resistan (resistant starch) adalah bagian dari pati yang tidak dapat dicerna di usus halus manusia yang sehat, sehingga ketika mencapai kolon akan difermentasi oleh mikroflora usus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid/SCFA). Pati resistan (resistant starch) merupakan substrat yang sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri probiotik karena pati resistan bertindak sebagai prebiotic yang sangat ideal.  Selain itu, asam lemak rantai pendek yang dihasilkan akan menciptakan suasana asam dalam kolon, sehingga dapat mencegah kanker dan meningkatkan bioavailabilitas, kelarutan serta absorbsi mineral seperti Ca, Fe. Setiap 100 gram tepung pisang diketahui mengandung pati 64,69 - 67,31 gram, total gula 18,24 - 20,04 gr, serat kasar 1,96-2,51 gram, protein 3,36 - 4,12 gram, vitamin C 32,5 - 32,6 miligram, total asam 0,36 - 0,71 gram, dan air 5,85-11,6 gram.

  1. Tepung Ubi Alabio
Ubi alabio (Dioscorea alata L.) merupakan salah satu varietas ubi jalar, dengan karakterisitik spesifik yaitu daging umbinya yang berwarna ungu. Setiap 100 gram tepung ubi alabio mengandung kalori 112 kalori, protein 8,9 gram, lemak 1,4 gram, karbohidrat 56 gram, vitamin A 30 SI, vitamin B 0,04 miligram, vitamin C 9 miligram, Ca 39 miligram, pospor 62 miligram, besi 0,9 miligram, air 15 gram. Ubi Alabio juga dapat disebut sebagai pangan fungsional. Hal itu karena Ubi alabio ungu mengandung antosianin yang berfungsi sebagai anti oksidan, yaitu terkait pada kemampuannya sebagai anti-kanker, anti-penuaan dsb. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan olahannya, mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik) (Prabhavat, dkk., 2008 dalam Hassan,2014).

  1.  Tepung Waluh
Labu kuning atau waluh, pumpkin (Cucurbita moschata), merupakan komoditas pangan lokal Indonesia yang cukup banyak digemari oleh masyarakat. Penyebaran waluh di Indonesia relatif merata, karena hampir di semua kepulauan nusantara dapat dijumpai tanaman waluh. Setiap 100 gram tepung waluh mengandung protein 5,04 gram, lemak 0,08 gram, abu 5,89 gram, karbohidrat 77,65 gram, vitamin A 116 ppm, vitamin B 122 ppm, vitamin C 4,6 ppm, kalsium 0,49 gram, dan magnesium 0,32 gram. Hasil penelitian oleh Aini (2001), menyebutkan bahwa dalam daging buah waluh terkandung beberapa vitamin yang cukup tinggi antara lain ß-karoten, vitamin A dan vitamin C. Hasil kajian dari beberapa penelitian (Murkovic, dkk., 2002; Norshazila, dkk., 2012 dalam Hassan, 2014.) menyebutkan bahwa daging buah waluh mengandung antiokisidan berupa senyawa ß-karoten sebagai penangkal pelbagai jenis kanker, air buahnya berguna sebagai penawar racun binatang berbisa, dan bijinya dapat digunakan untuk obat cacing pita. Penelitian lain (Sumardiono, 2009 dalam Hassan, 2014.) menyebutkan bahwa waluh memainkan peranan penting dalam mencegah penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus (kencing manis), arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah), jantung koroner, tekanan darah tinggi, bahkan bisa pula mencegah kanker.




  1. Tepung Talas
Bogor dan Malang merupakan dua sentra produksi talas (Colocasia esculenta (L) Schoot) di Indonesia. Talas bentul merupakan talas yang paling banyak dibudidayakan secara komersial karena
produktivitasnya yang tinggi, rasanya yang enak dan cocok bila diolah menjadi berbagai aneka produk pangan olahan (Fatah, 1995; Rahmanto, 1994). Setiap 100 gram tepung talas mengandung
kalori 104 kalori, protein 1,9 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 23,7 gram, vitamin B 0,13 miligram, vitamin C 4 miligram, kalsium 38 mg, pospor 61 miligram, besi 1 miligram, dan air 73 gram.  Selain itu, hasil dari penelitan lain membuktikan adanya kandungan maltodekstrin dengan kadar gula pereduksi pada talas yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 26,87 - 34,37 persen. Maltodekstrin merupakan oligosakarida yang tergolong dalam prebiotic (substrat untuk bakteri probiotik). Maltodekstrin sangat baik bagi tubuh karena secara nyata dapat memperlancar proses pencernaan dengan membantu tumbuh dan berkembangnya bakteri probiotik. Selain itu, maltodekstrin merupakan senyawa yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu yang dapat mengurangi resiko penyakit degeneratif (Hartati dan Prana, 2003 dalam Hassan, 2014.).


  1. Tepung Jagung
Tepung jagung merupakan salah satu alternatif pengganti tepung terigu. Saat ini, tepung jagung sudah bisa menggantikan tepung terigu hingga 35 persen untuk industry mie instant (Widaningrum, dkk., 2010). Dalam tepung jagung mengandung kadar kalori tepung jagung 355 kalori, lemak 3,9 persen, lemak 3,9 gram, karbohidrat 73,7 gram, kalsium 10 miligram, fosfor 256 miligram, ferrum/besi 2,4 miligram, vitamin A 510 SI, vitamin B1 0,38 miligram, air 12 gram Selain itu, jagung juga memiliki serat kasar (4,24 persen). Sifat fungsional yang dimiliki oleh jagung diantaranya kandungan minyak nabati yang cukup tinggi yang merupakan sumber asam lemak omega-6 yang bermanfaat dalam proses pertumbuhan anak, menjaga kesehatan kulit, mencegah penyakit jantung, dan stroke. Jagung sangat direkomendasikan bagi para perokok karena mengandung betacryptoxanthin yang dapat menurunkan resiko kanker paru-paru. Dari hasil penelitian (Yuan, dkk., 2003 dalam Hassan, 2014.) dilaporkan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung betacryptoxanthin terbukti mengalami penurunan resiko kanker paru-paru hingga 27 persen.

  1. Tepung Sukun
Buah sukun merupakan bahan pangan alternatif yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber karbohidrat. Namun demikian biasanya buah sukun dikonsumsi sebagai makanan tradisional dan makanan ringan dengan pengolahan yang sangat sederhana seperti direbus, digoreng atau dibakar. Dalam 100 gram tepung sukun mengandung 103 kalori, karbohidrat 78,9 gram, protein 3,6 gram, lemak 0,8 gram. Selain kandungan karbohidrat yang tinggi, tepung sukun juga mengandung mineral dan vitamin yang juga cukup tinggi, yaitu vitamin B1 0,34 miligram, vitamin B2 0,17 miligram, vitamin C 47,6 miligram, kalsium 58,8 miligram, fosfor 165,2 miligram, dan besi 1,1 miligram. Penelitian terbaru (Tjandrawati, dkk., 2011, dalam Hassan,2014) menunjukkan bahwa sukun juga sangat baik untuk pengobatan kardiovaskular karena mengandung senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid memiliki struktur 1,2-diarilpropan, yakni sebuah kelompok flavonoid yang banyak ditemukan di alam, umumnya adalah flavon, flavonol, dan antosianidin. Sebagian besar flavonoid ditemukan di alam dalam bentuk glikosida, yaitu ikatan senyawa flavonoid dengan gula. Flavonoid merupakan antioksidan kuat yang dapat mereduksi radikal bebas dalam tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi penyakit kardiovaskular.

  1. Tepung Ubi Jalar Merah
Ubi jalar merah merupakan salah satu sumber karbohidrat yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Proses pengolahan ubi jalar merah yang semula masih sangat tradisional seperti dikukus ataupun digoreng, kini mulai ditingkatkan menjadi tepung sehingga daya simpannya lebih lama dan mudah dicampur dengan bahan lainnya. Dalam 100 gram bahan terdapat karbohidrat 17,6 gram, protein, 1,57 gram, lemak, 0,05 gram, serat 3 gram, kalsium 30 miligram, zat besi 0,61 miligram, magnesium 25 miligram, seng 0,30 miligram, kalium 337 miligram, vitamin A 20063 IU, dan vitamin C 22,7 miligram Kandungan vitamin, mineral dan fitokimia juga berfungsi sebagai antioksidan. Dalam ubi jalar merah tersimpan 2.900 mg (9.657 SI beta karoten). Seiring dengan makin pekatnya warna merah, makin tinggi pula kadar beta karotennya. Selain beta karoten, warna jingga pada ubi jalar juga disebabkan karena tingginya senyawa lutein dan zeaxanthin, yaitu pasangan antioksidan karotenoid yang merupakan bahan pembentuk vitamin A. Selain itu, lutein dan zeaxanthin juga merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting dalam menghalangi proses perusakan sel.

Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal sebagai Produk Sarapan untuk Remaja Gemuk

Kegemukan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang antara lain berkaitan dengan kualitas makanan yang dikonsumsi, pola makan yang kurang baik, kurangnya aktivitas fisik, faktor genetik, hormonal, dan lingkungan (Berkey et al. 2003; Maffeis et al. 2012 dalam Darawati,dkk,2016). Pola makan yang kurang baik diantaranya adalah sering melewatkan sarapan. Hasil penelitian Arora et al. (2012 dalam Darawati,dkk, 2016), menunjukkan bahwa sarapan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting sebelum melaku­kan aktivitas pada pagi hari. Sarapan yang teratur berhubungan dengan berkurangnya kegemukan. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa stres oksidatif  juga mempunyai mekanisme yang berhubungan dengan kegemukan dan komplikasinya.

Salah satu strategi intervensi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan stres oksidatif adalah melalui modifikasi diet. Beberapa studi telah mengonfirmasi adanya hubungan yang kuat antara diet yang kaya pangan nabati dengan ke­sehatan. Efek positif dari pangan nabati ini ber­hubungan dengan kandungan fitokimia, vitamin antioksidan, dan serat pangan. Sebagian besar komponen pangan ini berkontribusi terhadap ke­seimbangan reaksi oksidasi reduksi melalui me­kanisme seperti memerangkap secara langsung atau menetralisir radikal bebas, memodulasi ak­tivitas dan ekspresi enzim antioksidan, dan aksi anti inflamasi (Vincent et al. 2007; Codoner-Franch et al. 2010; Savini et al. 2013 dalam Darawati,dkk, 2016). Oleh karena itu penting dikembangkan alternatif produk sarapan siap makan dari pangan lokal yang memenuhi ke­butuhan zat-zat gizi remaja dan kaya antioksidan.



 Penelitian oleh Darawati,dkk (2016) berhasil membuat  formula pangan fungsional berbasis pangan lokal. Produk yang dihasilkan berupa kombinasi dari berbagai pangan lokal yang dimodifikasi menjadi produk siap makan berupa soft bar. Bahan-bahan utama dari formula pangan fungsional meliputi ubi jalar oranye, kacang merah, tempe kedelai, wortel, dan labu kuning. Ubi jalar oranye (Ipomoea batatas) merupa-kan jenis umbi yang umum dikonsumsi, sum­ber β-karoten, serat pangan, dan beberapa jenis mineral (Leksrisompong et al. 2012 dalam Darawati,dkk, 2016). Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah dan mudah dibudidayakan. Kacang merah banyak mengandung antioksidan dan serat pangan (Wi-lliams et al. 2008; Nyau 2014 dalam Darawati,dkk, 2016). Wortel (Daucus carota L.) dan labu kuning (Cucurbita maschata) merupakan bahan-bahan makanan sumber utama β-karoten. Wortel merupakan salah satu sayuran sumber antioksidan alami yaitu karotenoid (Sham El-Din et al. 2011 dalam Darawati,dkk, 2016). Labu kuning merupakan sumber karotenoid, β-karoten yang mempunyai peranan penting dalam gizi manusia dan dapat berperan sebagai antioksidan (Cerniauskiene et al. 2014 dalam Darawati,dkk, 2016). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen karotenoid dapat berperan se-bagai antioksidan melalui aktivitas memerang­kap radikal bebas (Ebadollahi-Natanzi & Arab-Rahmatipour 2014 dalam Darawati,dkk, 2016). Produk pangan fungsional yang terpilih mengandung serat pangan 10,16 g. Serat pangan memiliki efek fisiologis yang baik untuk pencer­naan. Konsumsi serat pangan yang cukup sangat baik bagi remaja yang mengalami kegemukan.

Produk soft bar ini juga mengandung β-karoten 4,02 mg dalam 1 porsi (160 g) penyajian. Antioksidan ke­lompok karotenoid termasuk β-karoten memiliki efek menyehatkan antara lain dapat menetralkan radikal bebas dan meningkatkan pertahanan ter­hadap oksidasi. Aktivitas an­tioksidan produk sarapan terpilih adalah 38,54 mg/100g (AEAC=ascorbic acid equivalent anti­oxidant capacity). Hal ini menunjukkan bahwa 100 g produk sarapan ini mampu meredam radi­kal bebas DPPH setara dengan vitamin C sebanyak 38,54 mg (Leong & Shui 2002 dalam Darawati,dkk, 2016). Total mikroba (angka lempeng total) dalam produk  adalah 9,6 x 102 koloni/g masih dibawah ambang batas (1 x 104 koloni/g) untuk produk olahan sejenis, jadi produk ini aman untuk dikonsumsi (BPOM 2009 dalam Darawati,dkk, 2016).














DAFTAR PUSTAKA
Astawan M. 2011. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Kusumayanti,Heny. Mahendajaya, RT. Hanindito,SB. 2016. Pangan Fungsional dari Tanaman Lokal Indonesia. Jurnal METANA.Vol. 12(1):26-30  

Yuniastuti,Ari.2014.Peran Pangan Fungsional Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan. Prosiding Seminar Nasional & Internasional. Jurusan Biologi, FMIPA.Universitas negeri Semarang

Hassan, Zahirortul Hikmah.2014. Aneka Tepung Berbasis Bahan Baku Lokal Sebagai Sumber Pangan Fungsionaldalam Upaya Meningkatkan Nilai Tambah Produk Pangan Lokal. Review. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu

Made Darawati, dkk. 2016. Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal Sebagai Produk Sarapan Untuk Remaja Gemuk. Jurnal Gizi Pangan. Vol.11 (1)1:43-50

Rabu, 06 November 2019

Perilaku Pantang Makan


MUTIH DAN GIZI IBU NIFAS
 
Perilaku pantang makan merupakan hasil budaya masyarakat yang mengalami perubahan terus-menerus dan menghasilkan perilaku makan yang salah, sehingga dapat berdampak bagi kondisi kesehatan terutama pada masalah gizi nya. Terdapat beberapa daerah yang masih menjalankan perilaku pantang makan hingga saat ini, seperti ibu hamil dilarang mengonsumsi buah nanas, ibu hamil dilarang mengonsumsi cumi-cumi dan lainnya, bagi mereka akan lebih baik menghindari pantangan-pantangan makanan tersebut agar tidak terjadi apa apa terhadap kondisi kesehatan bagi sang ibu dan calon bayi nya tanpa mengetahui kandungan apa yang terkandung di dalam makanan-makanan tersebut apakah tidak baik bagi calon ibu dan juga bagi bayi nya sendiri atau sebaliknya







 
Apa itu Puasa Mutih ?

Salah satu budaya pantang makan yang masih hingga saat ini dan masih terjadi yaitu di daerah Kudus yang di lakukan oleh ibu nifas dengan pantangan puasa mutih. Dalam hal ini sang ibu hanya di perbolehkan mengonsumsi nasi, tahu, tempe, beberapa jenis sayuran dan juga buah-buahan. Menurut kepercayaan masyarakat daerah kudus sendiri hal tersebut di lakukan karena sudah menjadi kebudayaan atau kepercayaan dari daerah tersebut, tujuan dari puasa mutih itu sendiri menurut masyarakat daerah tersebut yaitu untuk mempercepat penyembuhan luka bagi sang ibu dan agar bayinya tidak berbau amis. Namun, dalam hal tersebut perilaku pantang makan ibu nifas dengan puasa mutih di khawatirkan akan menyebabkan defisiensi zat gizi seperti menyebabkan defisiensi protein, zat besi, asam folat, dan vitamin B12, karena dalam hal ini pada masa-masa tersebut merupakan masa-masa pertumbuhan emas nya bagi sang bayi tersebut. Dalam masa itu bayi hanya memperoleh ASI dari sang ibu tanpa makanan tambahan apapun, sehingga apabila terjadi defisiensi zat gizi pada sang ibu maka akan berdampak produksi ASI nya dan akan berdampak juga bagi pertumbuhan sang bayi tersebut karena kurangnya maksimal dalam produksi ASI dari sang ibu.    

Makanan yang dikonsumsi oleh kelompok ibu nifas yang melakukan puasa mutih

Ibu nifas yang sedang melakukan puasa mutih hanya mengonsumsi nasi, tahu, tempe dan beberapa jenis sayuran dan buah-buahan tidak mengonsumsi sumber hewani seperti daging kebau, daging ayam, telur ayam, ikan lele, dan ikan bandeng. Ibu nifas mutih juga hanya mengonsumsi beberapa jenis sayuran dan buah yaitu kacang panjang, labu siam, kangkung, daun katuk, wortel, sawi, pisang, papaya dan jeruk




Defisensi Zat gizi pada Ibu nifas yang melakukan Puasa Mutih

            . Defisiensi asupan zat gizi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya masalah gizi seperti anemia gizi dan kekurangan energi kronis (KEK) pada masa nifas. Anemia gizi merupakan masalah gizi yang sering dialami ibu nifas. Pada masa nifas terjadi kehilangan darah yang menyebabkan jumlah haemoglobin di dalam tubuh menurun, sehingga menyebabkan sel-sel tubuh tidak cukup mendapatkan pasokan oksigen. Hal tersebut menyebabkan penurunan kualitas hidup, penurunan kemampuan kognitif, ketidakstabilan emosi serta depresi pada ibu nifas. Selain disebabkan oleh perdarahan, anemia pada ibu nifas mutih  juga di sebabkan karena asupan zat gizi yang rendah. 

            Kekurangan protein hewani merupakan kondisi yang dapat dialami oleh ibu nifas mutih dan menjadi salah satu factor penyebab terjadinya anemia pada ibu nifas, karena  dalam hal tersebut ibu nifas yang sedang menjalani puasa mutih hanya mengonsumsi protein nabati nya, padahal untuk protein hewani juga sangat berperan penting bagi ibu nifas. Protein merupakan salah satu zat gizi yang berperan dalam transportasi dan penyimpanan zat besi. Selain itu, penyerapan zat besi di usus halus juga dibantu oleh protein karier. Jumlah protein yang di serap tergantung dari mutu protein. Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asama amino yang di kandungnya. Protein yang bermutu tinggi berasal dari hewani kecuali gelatin.

            Asupan zat gizi besi merupakan faktor terjadinya anemia pada ibu nifas, hal tersebut dikarenakan zat besi merupakan komponen utama dalam pembentukan darah terutama dalam pembentukan hemoglobin. Ibu nifas yang melakukan mutih tidak mengonsumsi zat besi heme yang memiliki bioavailabilty tinggi yang terdapat pada sumber hewani. Zat besi pada pangan hewani lebih tinggi penyerapannya yaitu 20-30%, sedangkan dari sumber nabati hanya 1-6%.

            Kekurangan asam folat pada ibu nifas mutih juga menjadi salah satu factor terjadinya anemia. Asam folat dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam susunan tulang serta pendewasaannya. Folat berperan sebagai pembawa karbon tunggal dalam pembentukan heme. Defisiensi folat akan menyebabkan gangguan pematangan inti erotrosit, yang berakibat timbulnya sel darah dengan bentuk dan ukuran yang tidak normal.

            Asupan vitamin B12 yang kurang juga menjadi salah satu factor terjadinya anemia kepada ibu nifas yang melakukan mutih. Vitamin B12 merupakan koenzim pada sintesis metionin, yaitu suatu reaksi dimetilasi untuk pembentukan folat, sehingga vitamin B12 memiliki fungsi yang berkaitan erat dengan folat. Sumber pangan yang kaya akan vitamin B12 terdapat pada pangan hewani seperti daging, ikan, dan telur.


          Jadi dapat disimpulkan bahwa ibu nifas yang sedang menjalani puasa mutih mampu berdampak pada kondisi defisiensi zat gizi yang berdampak anemia pada kondisi kesehatan ibu dan akan berpengaruh pada kondisi pertumbuhan bagi sang bayi. Dari makanan yang di konsumsi ibu nifas yang melakukan puasa mutih, ibu nifas hanya mengonsumsi protein nabati dan beberapa sayur juga buah tanpa mengonsumsi protein hewani, padahal makanan yang mengandung tinggi asam folat, protein hewani, zat besi, vitamin B12 berasal dari protein hewani seperti daging, ikan, telur dan lainnya. Sehingga ketika ibu nifas melakukan puasa mutih sama sekali tidak mengonsumsi makanan yang berasal dari sumber hewani, sehingga dapat berdampak pada kondisi kesehatan sang ibu yang kemungkinan akan mengalami anemia. Dalam hal ini, perlu dilakukan pendekatan secara personal kepada kelompok ibu nifas yang melakukan puasa mutih maupun tidak mutih. Pada ibu nifas yang sedang melakukan puasa mutih di lakukan edukasi dan konseling  bertujuan untuk merubah perilaku pantang makan, sedangkan pada ibu nifas yang tidak mutih juga di lakukan edukasi dan konseling untuk meningktkan jumlah dan variasi jenis asupan zat gizi.

 Artikel oleh: Fita Nur Layla


Daftar Pustaka

Saputri, Titien Indah & Hartanti Sandi Wijayanti. 2015. Perbedaan Asupan Protein, Zat Besi, Asam Folat, Vitamin B12 dan Kejadian Anemia Pada Ibu Nifas yang Melakukan Mutih dan Tidak Melakukan Mutih di Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Jurnal of Nutrition College. Vol 4. No 2
.
Nurhikmah. 2009. Hubungan Perilaku Ibu Berpantang Makanan Selama Masa Nifas dengan Status Gizi Ibu dan Bayinya di Kecamatan Banjarmasin Utara di Kota Banjarmasin (Tesis). Yogyakarta : Universitas Gajahmada

Arisman MB. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC