Sabtu, 16 Juli 2022

MENGENAL SELECTIVE EATING DISORDER (SED) DAN CARA MENGATASINYA


Apa Itu Selective Eating Disorder?


Terdapat beberapa gangguan perilaku makan atau dikenal juga dengan selective eating disorder yang kerap terjadi yakni Anoreksi nervosa, Bulimia Nervosa, dan Binge Eating Disorder. Anoreksia nervosa merupakan salah satu gangguan makan yang mengakibatkan seseorang terobsesi untuk memiliki tubuh kurus. Anoreksia nervosa yakni terganggunya pusat mafsu makan yang bertubuh kurus kering dan terlalu takut jika berat badannya bertambah serta tidak pernah puas terhadap bentuk tubuhnya. Penderita anoreksia nervosa membiarkan dirinya merasa lapar agar tetap terlihat memiliki tubuh langsing. Ciri-ciri gangguan anoreksia nervosa yakni mempunyai berat badan kurang dari 85% dibandingkan orang normal karena pembatasan makan berlebihan. Gejala utama anoreksia nervosa, yaitu usaha terlalu keras untuk menurunkan berat badan dan biasanya disebabkan oleh kurangnya kepedulian dan pengetahuan terhadap keseimbangan gizi pada tubuh. Orang-orang yang menderita hal ini kebanyakan dari kalangan remaja yang terobsesi kurus agar dianggap cantik dalam media massa. Kecenderungan perilaku anoreksia nervosa akan bertambah seiring dengan maraknya iklan-iklan di majalah atau media massa yang menampilkan model bertubuh kurus.

Salah satu gangguan makan lainnya yang kerap terjadi yakni Bulimia Nervosa, salah satu gangguan perilaku makan dengan mengontrol berat badan secara berlebihan yang ditandai dengan mengonsumsi makanan dalam porsi besar dan berulang yang kemudian dimuntahkan kembali, atau menggunakan obat pencahar, berpuasa, atau berolahraga secara berlebihan (National Institute of Mental Health (NIMH), 2007). Penderita bulimia nervosa sering membuat dirinya muntah, puasa, penggunaan laksatif, diuretik, enema, dan penggunaan obat pencahar.

Binge eating disorder merupakan penyimpangan perilaku makan dengan ciri-ciri penderitanya sering makan dalam jumlah besar dan merasa kesulitan untuk menahan dorongan makan. Setelah penderita makan, dia merasa bersalah, depresi, dan kesal karena perilaku makannya tersebut. Binge eating disorder berpotensi menimbulkan penyakit kembung, sembelit, obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi. Seseorang dikatakan menderita binge eating disorder jika gejala-gejala di atas muncul setidaknya 1 kali per minggu, dalam 3 bulan.


Bagaimana Prevalensi di Indonesia?

Prevalensi Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa menurut The American Journal of Clinical Nutrition 2019 sebesar 7,8%. Lebih dari 5% anak perempuan memenuhi kriteria untuk anoreksia, bulimia, atau gangguan makan berlebihan.Lebih dari 13% anak perempuan pernah mengalami gangguan makan saat menyertakan gejala gangguan makan nonspesifik. Prevalensi penderita Binge Eating Disorder (BED) secara global adalah sebanyak 4%, yang diantaranya didapati 3,5% perempuandan 2% laki-laki. Sekitar 25% kasus BED terjadi pada individu dengan berat badan lebih (overweight). Prevalensi BED di Indonesia sekitar 1,6 juta dari total penduduk.


Apa saja Gejala- Gejala yang Dapat Terjadi?

Anorexia Nervosa

1.   Gejala yang predominan adalah ketakutan yang sangat akan kenaikan berat badan, sampai terjadi phobia terhadap makanan. Ketakutan terhadap makanan disertai dengan penyalahartian dari body image; banyak pasien merasa diri mereka sangat gendut, walaupun sebenarnya mereka sangat kurus.

2.  Banyak penderita anoreksia nervosa mempunyai obsessive compulsive behavior, misalnya mereka sering sekali mencuci tangan berulang-ulang, pasien cenderung kaku, dan perfeksionis yang mengarahkan pada diagnosis gangguan kepribadian, seperti narcissisme, atau riwayat gangguan kepribadian.

3.      Penyesuaian seksual yang buruk

4.  Penderita anoreksia nervosa biasanya menunjukan perilaku yang aneh tentang makanan, seperti menyembunyikan makanan, membawa makanan dalam kantong, saat makan mereka membuang makanan, memotong makanan menjadi potongan kecil-kecil.

5.       Gangguan tidur dan gangguan depresi pada umumnya.

6.       Muntah yang dipaksakan

7.       Biasanya aktifitas dan program olah raga yang berlebihan.


Bulimia Nervosa

Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan BN. Kecemasan (anxiety) dan tegang (tension) sering dialami. Kebanyakan pasien dengan BN mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.


Binge eating disorder

1.     Perilaku makanan Secretive, termasuk makan diam-diam (misalnya, makan sendirian atau di dalam mobil, bersembunyi pembungkus) dan mencuri, bersembunyi, atau penimbunan makanan.

2.    Gangguan dalam perilaku makan normal, termasuk makan sepanjang hari dengan tidak ada waktu makan direncanakan; melewatkan makan atau mengambil porsi kecil makanan saat makan teratur; terlibat dalam puasa sporadis atau diet berulang dan mengembangkan ritual makanan (misalnya, hanya makan makanan atau makanan kelompok tertentu (misalnya, bumbu), mengunyah berlebihan, tidak membiarkan makanan menyentuh).

3.   Dapat melibatkan pembatasan ekstrim dan kekakuan dengan makanan dan diet periodik dan/atau puasa.

4.    Memiliki periode yang tidak terkendali, impulsif, atau terus-menerus makan di luar titik perasaan tidak nyaman penuh, tetapi tidak membersihkan.

5.       Membuat jadwal gaya hidup atau ritual untuk membuat waktu untuk sesi pesta.


 

Apa Saja Faktor yang Dapat Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Makan?

Seperti dalam berbagai psikopatologi lain, satu faktor tunggal tidak mungkin menjadi penyebabmgangguan makan. Menurut Davison dkk (2010) beberapa bidang penelitian dewasa ini-genetik, peran otak, tekanan sosiokultural untuk menjadi langsing, kepribadian, peran keluarga dan peran stress lingkungan-menunjukkan bahwa gangguan makan terjadi bila beberapa faktor yang berpengaruh terjadi dalam kehidupan seseorang. Beberapa para ahli menyatakan bahwa gangguan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah:

1.   Genetik, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kelompok kembar identik dan kembar yang tidak identik. Secara umum penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok kembar identic memiliki insiden mengalami gangguan makan yang lebih tinggi daripada mereka yang kembar identik. Diperkirakan hal ini terjadi karena kembar identik memiliki DNA yang sama (Wardlaw, 2002 dalam Syafiq dan Tantiani, 2013).

2.    Usia, WHO (2012) menyebutkan batasan usia remaja adalah 10-19 tahun. Pada masa remaja juga merupakan sebuah fase usia yang rentan untuk mengalami gangguan makan. Gangguan makan sering terjadi pada usia remaja dikarenakan jumlah stressor yang sangat fantastis yang dihadapi pada usia tersebut terutama pada remaja putri.

3.   Jenis Kelamin, penderita gangguan makan lebih banyak terjadi pada perempuan dimana 9 dari 10 penderita anorexia nervosa dan bulimia nervosa adalah perempuan. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena lebih tingginya tuntutan masyarakat terhadap perempuan untuk menjadi kurus.Baru pada beberapa tahun belakangan ini pria penderita gangguan makan mulai mendapat perhatian.

4.    Pengetahuan, tingkat pengetahuan tentang kesehatan dan nilai kesehatan pribadi secara tidak langsung berpengaruh terhadap terjadinya gangguan makan. Pengetahuan tentang kesehatan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi gaya hidup nya dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap perilaku makan seseorang tersebut.

5.    Rasa percaya diri, kepercayaan diri yang rendah dan perfeksionis akan menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang mengarah pada gangguan makan. Gangguan makan akan meningkatkan rasa kerapuhan pada diri penderita sehingga akan menyebabkan makin turunnya rasa percaya diri dan meningkatnya keperfeksionisan penderita. Hal tersebut akan terus berulang dan menghasilkan suatu siklus yang terus-menerus terjadi.

6.  Citra tubuh, merupakan sebuah istilah yang mengacu kepada persepsi seseorang mengenai bentuk dan tampilan fisik tubuhnya. Penampilan fisik yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan remaja, dapat menyebabkan remaja tidak puas terhadap tubuhnya sendiri. Berbagai studi menemukan bahwa IMT tinggi dan ketidakpuasan dengan bentuk tubuh merupakan faktor risiko terjadinya gangguan makan.

7.    Riwayat Diet, diet merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan makan yang paling berisiko. Dalam studi case control yang dilakukan oleh Fairburn et al., (1999) dilaporkan bahwa riwayat diet berpengaruh terhadap terjadinya gangguan makan yang dilakukan pada 67 wanita dengan anorexia nervosa dan 102 wanita dengan bulimia nervosa. Hasil menunjukkan bahwa perilaku diet lebih berpengaruh terhadap kejadian bulimia nervosa dibandingkan anorexia nervosa.

8.   Pengaruh keluarga, pengaruh keluarga dan pendekatan orang tua kepada anak merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan makan. Dimana orang tua yang selalu menekan anak mereka agar memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan keinginan mereka dapat menjadi faktor risiko terjadinya gangguan makan pada anak tersebut.

9.   Pengaruh teman sebaya, gaya hidup dan pola pikir remaja sangat dipegaruhi oleh teman sebaya nya. Namun ketidaksamaan dengan teman dalam berbagai hal termasuk perbedaan fisik dikhawatirkan menyebabkan dirinya terkucil dan merusak percaya diri.

10. Bullying, Fairburn (1998) menyebutkan bahwa remaja perempuan yang pernah mengalami bullying oleh teman sebayanya berisiko 5,5 kali untuk menderita gangguan makan dibandingkan dengan remaja yang tidak pernah mengalami bullying oleh teman sebayanya.

 

Lalu, Bagaimana Upaya Preventif atau Pencegahan yang dapat Dilakukan?


1.     Psikoedukasi, merupakan suatu bentuk intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan kelompok atau komunitas yang fokus pada  mendidik partisipannya mengenai tantangan yang signifikan dalam kehidupan, membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut, serta mengembangkan keterampilan-keterampilan individu dalam menghadapi atau mengatasi permasalahannya (Walsh, 2010).

2.   Mendefinisikan kembali terkait standar penampilan ideal, pada hal ini kita bisa memberitahukan kepada penderita bahwa mereka tidak harus mengikuti penampilan dari para idolanya. Kita juga harus menyampaikan bahwasanya mereka tidak boleh membandingkan antara tubuh dia dengan orang lain, yang artinya mereka harus mencintai diri sendiri. Hal ini akan membentuk persepsi positif pada bentuk tubuh dia dan mencegah terjadinya eating disorder.

3.   Memberikan motivasi untuk melakukan rutinitas olahraga, untuk mendapatkan tubuh yang lebih segar bugar maka selain kita harus mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, kita juga harus mendukungnya dengan melakukan aktifitas olahraga yang teratur. Anak-anak pada masa sekarang sering menganggap bahwa tujuan utama dari melakukan olahraga yaitu untuk membuat badan menjadi lebih ramping. Akan tetapi, kita harus memberikan pengertian bahwasanya olahraga merupakan sebuah aktifitas yang dilakukan untuk menjaga stamina tubuh. Maka dari itu, mereka akan terhindar dari rasa insecure terhadap bentuk tubuhnya dan dapat mencegah terjadinya eating disorder.

4.    Mengurangi stres dan meningkatkan rasa percaya diri, psikologis merupakan salah satu penyebab munculnya eating disorder. Hal ini di dorong dengan beberapa hal yaitu ketidakmampuan penderita untuk melihat dirinya secara positif, serta tidak mampu menerima pendapat orang lain mengenai dirinya. Untuk itu, kita dapat mencegah nya dengan mengurangi stress nya serta meningkatkan rasa percaya pada dirinya sendiri.







DAFTAR PUSTAKA

Azzahara, N. F., & Dhanny, D. R. (2021). Hubungan Psikososial dan Status Gizi pada Remaja Wanita dengan Anoreksia Nervosa. Muhammadiyah Journal of Midwifery, 1-9.

Bella, A. (2022, Januari 26). Binge Eating Disorder: Tanda-Tanda, Penyebab, dan Penanganan. Diambil kembali dari ALODOKTER: https://www.alodokter.com/binge-eating-disorder-tanda-tanda-penyebab-dan-penanganan

Eko Praptomo, P. (2009, Juli 1). Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Kecenderungan Anoreksia Nervosa Pada Model. Diambil kembali dari Universitas Muhammadiyah Surakarta Institutional Repository: http://eprints.ums.ac.id/5982/

Krisniani, H., Santoso, M. B., & Putri, D. (2017). Gangguan Makan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa Pada Remaja. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 399-407.

Nasution, S. W., Hasibuan, N. A., & Ramadhani, P. (2017). Sistem Pakar Diagnosa Anoreksia Nervosa Menerapkan Metode Case Based Reasoning. KOMIK (Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komputer), 52-56.

Sharin, T. R. (2021). Waspada Eating Disorder pada Remaja dan Ketahui Cara Mencegahnya. Lovelife daily.

Walsh, J. (2010). Psychoeducation in Mental Health. Chicago: Lyceum books, Inc.